Keluarga Mbah Maridjan dan warga Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, kaget mendengar juru kunci Gunung Merapi meninggal. Eko Susilowasti, cucu juru kunci itu pecah tangisnya di lokasi pengungsian di komplek Desa Umbulharjo.
“Saya sedih, waktu itu tidak sempat mengajak Simbah untuk turun karena panik,” kata Eko dengan terbata-bata. Ketika mengikuti berita di media online diberitakan kakeknya masih hidup dan hanya dalam kondisi lemas. Namun pagi ini dia mendengar kabar duka.
Eko yang tinggal hanya beberapa puluh meter dari kediaman Mbah Maridjan itu mengungsi ke lokasi pengungsiaan saat sirine milik pemerintah daerah Sleman berbunyi. Ia bersama suami dan anaknya mengungsi di barak pengungsian di Umbulharjo.
Suami Eko yang bernama Sarwan, menceritakan, saat mengungsi, sangat terburu-buru karena kepanikan melanda semua warga. Ia langsung mengajak Eko dan anak perempuannya, Adit Aditya Setiowasti Eko Saputri, anaknya mengungsi.
Saat itu, kakek kesayangannya tak sempat diajak. Padahal, Eko merupakan cucu paling dengan dengan Mbah Maridjan. Eko merupakan salah satu dari 11 cucu Mbah Marijan.
Mbah Maridjan meninggal dalam usia 86 tahun. dia dievakuasi oleh Tim SAR dalam keadaan sedang bersujud dirumahnya. Jenazah Mbah Maridja dievakasi ke RSUP dr Sardjito Yogyakarta untuk diidentifikasi.
Sebelum wedus gembel atau awan panas yang disemburkan Merapi menerjang dusun Mbah Maridjan, dia dengan tegas tidak mau ikut mengungsi. Alasannya, sebagai juru kunci Merapi, dia banyak menerima tamu. Jika ia tak berada di rumah, maka banyak yang kecele.
Tapi, Mbah mempersilakan warga ingin mengungsi, sesuai perintah pemerintah. Karena pemerintah bertanggung jawab atas keselamatan warga.
Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan duka cita atas meninggalnya Mbah Maridjan. Namun ia juga menyayangkan sikap juru kunci Merapi itu yang tidak mengungsi, "Padahal ia merupakan panutan warga, yang seharusnya ia mengungsi," kata Sultan.
0 komentar:
Posting Komentar